Itu dia, Si Puan Kelana. Pelari ulung yang tak mengindahkan luka pada tumitnya, bukan gagah berani, lari dia dari gemulai kengerian yang membayangi. Itu dia, Si Puan Kelana. Penyelam nomor satu, yang berkawan erat dengan asrar para penghuni laut paling dalam. Menjadi ahli ia menahan nafasnya, habis pun tiada acuh kiranya. Itu dia, Si Puan Kelana. Pengembara dalam dunia yang melewati interpretasimu tentang indah sekaligus keji. Benar itu, Si Puan Kelana. Nyawanya terhuyung-huyung, tak jejak. Beratma sudah ia lupa, demikian lama berdiri di atas kaki rapuhnya sendiri. Menugasi hidupnya menabur bunga, telapaknya berdarah-darah di atas ladang duri. Bertanyalah seorang peduli, ‘sampai kapan hendaknya kamu seperti ini?’ Si Puan Kelana termenung. ‘Sampai aku tidak lagi seperti ini.’
I’ve stopped writing here, but thank you for reading.