Derai hujan memaku keras tubuh-tubuh kokoh berbalut seragam hijau gelap bercorak loreng yang berselimut gemerisik dedaunan. Hentakan pasti di antara ranting serta gulir-gulir akar pepohonan, hampir tidak bersuara, tenggelam dalam setiap rintik yang jatuh ke bumi. Sesekali gelegar petir menyambar, disusul sekelebat cahaya pada detik berikutnya. Hempasan angin mengayunkan ranting-ranting teratas pohon Merbau. Bunyi-bunyi asing menggema, entah hewan apa yang mampu bersuara di tengah gempuran badai pada suatu kawasan rimba di Timur bumi.
Belukar-belukar menghadang, dahan-dahan menghalang. Tumbuhan rambat yang menghalau pandangan berkali-kali ditumpas dalam sekali tebas.
Tepat 200 meter menuju target, salah seorang di barisan terdepan mengangkat kepalan tangannya, pasukan segera menghentikan langkah lantas merunduk lebih rendah.
‘Alpha 1 kepada Armada, kami berada dalam parameter target.’
‘Armada kepada Alpha 1, baik, enam orang di sebelah barat dan dua belas orang dalam kabin.’
Sosok itu bergeming, mengamati pria-pria berpunggung senjata pada pondok tua di tengah hutan yang mulai terbuka.
‘Kami melihatnya.’ Derasnya hujan menenggelamkan suaranya.
‘Baik, terus kabari.’
Ia mengangguk, memimpin pasukan bergerak mendekat.
Selanjutnya, asap membumbung dari bola-bola kecil yang digulingkan, mengaburkan indra penglihatan. Rentetan suara senjata api memekakkan telinga. Selongsong berjatuhan, tubuh-tubuh bergelimpangan. Baku tembak terjadi antara pasukan berseragam dengan pasukan berbalut kain lusuh serta bergores garis berwarna putih pada wajah yang berkulit gelap.
Dalam waktu kurang dari tiga menit, semua musuh berhasil dilumpuhkan.
Salah seorang dari pasukan kemudian maju lebih dulu, bergerak penuh siaga mendekati pintu berbahan dasar kayu itu. Permukaannya yang telah lapuk dimakan usia, tergores disana-sini akibat hantaman peluru.
Seorang lainnya menepuk bahunya, memberi tanda atau kode untuk melanjutkan gerakan. Genggaman pada kenop pun mulai berputar, perlahan memberi jarak antara pintu dan kusennya.
Di dalam ruangan, sosok itu duduk dengan tenang, mengangkat sebuah kotak hitam dengan tombol merah gelap tepat di bawah ibu jarinya.
Sebelum peringatan bersuara, dentuman maha dahsyat telah menghabisi pondok tua beserta seluruh isinya.
.
Halaman pertama,
ditulis berdasarkan catatan operasi x, lokasi dirahasiakan, pada April 2002.
Sangat bermajas euy
BalasHapus