Bandung,
14 Februari 2014
Salam hangat,
Hai, kamu.
Bagaimana kabarmu di sana? Baik-baik saja bukan? Alhamdulillah aku di sini
sangat sehat dan bahagia. Kamu pasti heran bagaimana caraku menulis surat ini
bukan? Hahaha, aku menulis surat ini dengan bantuan Kak Icha, managerku. Iya,
aku tahu, kamu pasti bertanya-tanya manager apa yang ku maksud. Baiklah, akan
ku ceritakan dari awal.
Musik. Satu
kata yang amat sangat mengubah hidupku. Deretan melodi dan susunan not-not
balok yang membentuk rangkaian nada indah. Bukan hanya itu. Musik adalah jiwa
seseorang. Keajaiban seni yang tak seorang pun dapat mengacuhkannya. Bagiku,
musik lebih dari itu semua. Sebuah simfoni. Sebuah kumpulan emosi yang dirakit
menjadi alunan melodi. Indah, ajaib, mengalun lembut membelai kedua telingamu,
merasuk dalam jiwamu. Itulah keajaiban sebuah musik. Suatu hal sederhana yang
membuatmu tersenyum, menangis, terpaku, dan segala macam emosi lainnya.
Lantas apa
hubungannya denganku? Ya. Musik datang ke dalam hidupku. Merangkul dan mendekapku
erat. Membelaiku dengan rajutan susunan nada. Membuatku terenyuh. Awalnya,
mungkin aku hanyalah seorang gadis cacat yang bodoh, yang hanya bisa menonton
kesuksesan orang lain dan berharap akulah yang menjadi orang itu.
Bagaimana bisa
aku menjadi seperti mereka? Kata sukses menggantung jauh dari anganku, tak akan
bisa kugapai. Semua orang manatapku jijik. Membuang muka dan mencaci di
belakangku. Aku tak pernah meminta dilahirkan seperti ini, tetapi mengapa
mereka seakan menganggapku seperti mahluk aneh dari luar angkasa? Memandang
dengan penuh rasa takut. Aku manusia, sama seperti mereka. Ya, tangan kananku
memang aneh. Lantas mengapa? Aku tidak akan menyakiti mereka. Aku juga butuh
orang lain. Aku butuh dianggap.
Musik. Aku
bersyukur musik mengalir dalam jiwaku. Aku hanya bisa bersenandung diam-diam.
Menekan tuas-tuas piano tua yang hampir rusak dengan tangan kiriku di tempat
barang bekas dengan sembunyi-sembunyi. Aku berekpresi dengan musik. Membiarkan
diriku tenang, dan tanpa sadar aku pun bernyanyi. Bebas. Aku sengaja memasukkan
piano tua tersebut dalam gudang, aku bermain di dalam gudang. Kuletakkan bangku
dan meja di depan pintu supaya tidak ada yang dapat masuk dan menemukanku.
Kulakukan itu setiap hari. Menghibur orang-orang yang lalu lalang di tempat
barang bekas, namun mereka tidak akan pernah tau siapa.
Dan tiba lah
hari itu. 31 Desember 2013. Saat aku bernyanyi dalam balutan gelap malam tahun
baru. Bersahut-sahutan dengan dentuman petasan dan kembang api di langit yang
hitam namun penuh warna. Dalam sorak-sorai gempita. Tiupan terompet dan ucapan
selamat tahun baru. Aku tersenyum. Menghabiskan sisa malam tahun 2013 dengan
jari-jari tangan kiriku yang menekan tuts piano, lincah bibir ini mengucap tiap
bait lagu-lagu karanganku.
Dan tiba-tiba
sosok itu datang. Membuka pintu yang lupa kukunci. Bapak tua itu menatapku
tanpa berkedip. Tidak, bukan pandangan jijik atau takut. Matanya memancarkan
rasa kagum. Masih memandangku dari tempatnya berdiri tepat di depan pintu.
Kejadian itu
lah yang mengubahku. Dia yang ternyata seorang produser membawaku ke studio
rekaman, beliau lah yang menjadikanku seperti sekarang. Ya, karena musik. Andai
aku tidak mengenalnya. Andai tak pernah ada musik yang mengalir dalam jiwaku.
Musik mengubah
segalanya.
Kurasa cukup,
aku harap kamu bisa datang ke Jakarta dan menonton konserku tanggal 7 Maret
2014. Semoga kamu tetap sehat dan bahagia selalu. Dan semoga musik selalu
mengiringi setiap detik dalam hidupmu.
Salam
manis,
Sarah.
Tadinya, gue mau ngirim ini buat lomba. Tapi telat-__- okesip.
Komentar
Posting Komentar